Tuesday, November 13, 2018

Hati yang Lembut

Suatu siang di sebuah masjid, "tante-tante mau beli jajan aku nggak?", tiba-tiba ada suara anak perempuan yang menyapa aku dari belakang. Usianya sekitar 10 tahun mungkin, kalo menurut ceritanya dia duduk di bangku kelas 4 SD. Anaknya terlihat ceria, padahal kalau dengar dari ceritanya, dia itu membantu ibunya jualan makanan kering di masjid itu. Anak sekecil itu jualan? emang enggak sekolah. Kata dia, dia jualan selepas pulang sekolah bersama kakaknya yang masih kelas 5 SD. Ya Allah mereka masih kecil-kecil tapi sudah mau bekerja keras membantu ibuya. Lalu, yang bikin makin nggak tega ketika ditanya kemana bapaknya. Dengan wajah yang datar dan suara yang polos dia menjawab, "sudah cerai". What? santai banget ngomongnya, kayak nggak terjadi apa-apa. Walau gitu aku yakin dia menyimpan banyak kesedihan, terlihat dari sorot matanya. Dan yang paling menyedihkan dia nggak tau dimana ayahnya berada, apalagi sekedar tau kabarnya. Ibunya sama saja, dia berjualan kerudung dan gamis tapi di masjid yang berbeda. Semua dilakukan untuk menyambung hidup bersama anak-anaknya.

Saat Dzaky tau cerita tentang anak tadi, raut mukanya berubah. Berkali-kali dia tanya, "beneran bund, dia nggak tau ayahnya dimana?" Anak lelakiku ternyata punya hati yang begitu lembut. Lama dia terdiam, tiba-tiba dia berkata, "celengan aku yang di rumah mau aku pecahin ya bun, nanti uangnya mau buat beli semua makanan yang anak tadi jual" tahukah kamu, dia berkata sambil berusaha menutupi matanya yang berkaca-kaca. Masyaallah begitu lembutnya hatimu nak. Semoga Allah selalu menjaga kelembutan hati dan kepekaan terhadap sesama. Jujur saja aku sebagai ibunya terharu dan tidak menyangka. Anak kelas 2 SD sudah bisa berempati terhadap sesama dan memiliki niat yang begitu mulia. Apa kabar dengan kita yang sudah hidup puluhan tahun tapi terkadang nggak peka dengan keadaan sekitar, entah memang tidak peka atau pura-pura tak tau?

Tak disangka, di lain waktu, cerita mengalir dari Ibuku bahwa Mas Dzaky beberapa kali membagi sisa uang jajannya untuk nenek empok, orang yang bekerja di rumah. Tak banyak, katanya kadang 10 ribu, bahkan pernah cuma 2 ribu. Katanya, "ini buat jajan nenek empok" Masyaallah, bunda nggak bisa berkata-kata, bunda malu dengan kepedulianmu, dengan semangat berbagimu. Tak masalah besar kecil yang kau bagi, tapi niat tulusmu yang begitu membuka hatiku.

Ada cerita yang lucu, setiap Jumat di sekolah Mas Dzaky ada kegiatan amal. Biasanya bunda kasih uang jajan lebih untuk Mas Dzaky agar bisa amal. Ternyata dia hanya menjajakan sejumlah kecil dari uang jajannya dan menyisihkan lebih banyak untuk amal. Apa katanya? dia bilang, "iya bund, amalnya aku banyakn kan biar pahalanya banyak, kalo amalnya sedikit nanti pahalanya sedikit" Masyaallah, sekali lagi diingatkan sama anak sendiri, walaupun harus mengurangi jatah jajannya, dia rela demi mendapat pahala lebih banyak. 

Cerita ini bukan bermaksud riya, ini bunda ceritakan untuk mengingatkan diri sendiri bahwa kita perlu lebih peduli dengan lingkungan sekitar kita, kita harus lebih peka, berbagi terhadap sesama dan bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Selain itu, aku juga belajar tentang kerja keras, bersyukur atas apa yang dimiliki dan selalu bahagia menerima ketetapan yang Allah berikan. Masyaallah, seringkali pelajaran berharga kita dapatkan bukan dari hal yang besar, tapi malah kita dapatkan dari hal-hal kecil, seperti saat ini aku belajar banyak dari dua orang anak kecil.
Semoga Allah selalu menjaga hatimu, Nak. Aamiinn

4 comments:

  1. Masya Alloh, terimakasih sharingnya Bunda Tika.

    Turut meng-aamiin-kan doanya, semoga Alloh senantiasa menjaga hati mas Dzaky :)

    ReplyDelete
  2. Masya Allah semoga nanti anak saya akan meniru sifat lembut dari mas Dzaky,

    ReplyDelete
    Replies
    1. aaamiinn.. semoga anak mbak seftina memiliki hati yang mulia... aamiinn

      Delete